Aroma teh panas yang disajikan dalam poci tanah liat membuat saya tidak sabar untuk menyeruputnya. Bagi pecinta teh (tanpa gula) seperti saya, di mana pun dan kapan pun bisa menikmati teh panas, walaupun cuaca cukup terik.
Seperti yang diketahui banyak orang bahwa, Teh Poci memang berasal dari Tegal. Tapi, ternyata poci dan cangkir yang terbuat dari tanah liat ini diproduksi di Klampok, Banjarnegara.
Sentra Keramik Klamapok
Beruntung sekali beberapa waktu yang lalu saya sempat berkunjung ke Sentra Keramik Klampok dalam rangka Famtrip Blogger dan Media yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara pada tanggal 10-12 November 2017 lalu. Sebenarnya ada beberapa lokasi lain yang kami kunjungi, tapi kali ini saya akan bercerita mengenai keramik Klampok.
Klampok adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
Kami berkunjung ke pengrajin keramik Usaha Karya milik Ibu Yanti yang pertama kali didirikan pada tahun 1969. Awalnya usaha ini dirintis oleh Bapak Masrundari. Namun, pada tahun 1994 barulah diteruskan oleh Ibu Yanti, yang tidak lain adalah anak dari Bapak Masrundari.
Pertama kali berkunjung ke sini, pengunjung disuguhi dengan deretan keramik yang dipajang di showroom, juga sekaligus tempat pemasaran kerami Usaha Karya. Saya sempat kaget ketika melihat banyak sekali poci dan cangkir tanah liat yang bertuliskan Teh Poci. Ternyata menurut Ibu Yanti, semua keramik untuk Teh Poci memang dibuat di Klampok yang kemudian dikirim ke Tegal. Menurut beliau tidak masalah kalau Teh Poci lebih dikenal di Tegal, yang penting produksinya tetap dilakukan di Klampok.
Oh ya hasil kerajin keramik Klampok sudah dipasarkan sampai mancanegara lho, termasuk ke Amerika melalui Pier1. Kalau di Indonesia sendiri, kerajinan ini bisa ditemui di Pasar Seni Ancol, Jakarta. Wah asyik ya, jadi kalau kangen dengan keramik Klampok tinggal ke Ancol aja.
Di desa Klampok terdapat sekitar 600 orang pengrajin keramik yang terbagi menjadi 12 sentra kelompok usaha, salah satunya Usaha Karya.
Keramik Klampok merupakan peninggalan jaman Belanda yang mempunyai ciri khas ada ukiran tegas pada desain keramiknya, serta memiliki warna gelap dan berlubang.
Pangsa pasar dari keramik Klampok ditujukan untuk semua umur dari anak-anak hingga dewasa. Uniknya lagi di sana Ibu Yanti menerima anak-anak dari sekolah yang ingin belajar membuat keramik. Tujuannya adalah untuk melestarikan kerajinan tersebut melatih mereka dalam hal kewirausahaan. Harga yang ditawarkan untuk belajar membuat keramik ini mulai dari 20 ribu rupiah. Tingkat kesulitannya pun disesuaikan dengan usia anak.
Waktu saya berada di sana para pekerja di Usaha Karya sedang menyelesaikan proses pewarnaan keramik. Sekilas hanya mewarnai biasa saja, mengaplikasikan warna pada titik-titik yang ada di keramik. Tapi setelah kami mencobanya ternyata perlu ketelitian juga supaya hasilnya rapi.
Proses Pembuatan Keramik
Kami juga diajak ke tempat pembuatan keramik yang dikerjakan mulai dari proses awal hingga akhir yaitu pewarnaan. Selain melihat-lihat pembuatan keramik, kami juga diperkenankan mencoba membuat keramik di atas meja yang berputar, jadi inget film Ghost kan :) Ternyata membuatnya tidak semudah yang saya lihat. Tentunya para pengrajin sudah terbiasa dan hafal dalam pengerjaannya. Untuk itu lah memang perlu dilestarikan agar generasi muda di Klampok bisa juga menjalankan bisnis keramik tersebut.
Di tempat ini lah keramik-keramik dibuat untuk dipasarkan ke luar negeri. Walaupun banyak kelompok usaha lainnya yang mempunyai usaha sama, namun menurut Ibu Yanti, kompetitor terbesarnya adalah dunia. Kenapa begitu? Karena keramik yang dijual dari negara lain mempunyai harga lebih murah dibandingkan dengan keramik dari Klampok. Salah satu kendalanya adalah pada saat proses pembakaran. Di Klampok tidak mempunyai tempat pembakaran khusus yang dapat membakar keramis sekaligus banyak, sedangkan di luar mempunyai tempat khusus. Makanya persaingan harga inilah yang menjadikan keramik klampok menjadi kalah bersaing.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ibu Yanti juga smpat mengikuti berbagai pameran dan melakukan studi banding ke negara-negara lain guna melihat proses pembuatan keramik yang dipasarkan dengan harga murah.
Sebelum meninggalkan Klampok, saya sempat membeli satu set Poci dan cangkirnya untuk dibawa pulang ke rumah. Harga yang dijual pun sangat terjangkau sekali, bahkan saya tidak mengira akan mendapatkan harga semurah itu.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ibu Yanti juga smpat mengikuti berbagai pameran dan melakukan studi banding ke negara-negara lain guna melihat proses pembuatan keramik yang dipasarkan dengan harga murah.
Sebelum meninggalkan Klampok, saya sempat membeli satu set Poci dan cangkirnya untuk dibawa pulang ke rumah. Harga yang dijual pun sangat terjangkau sekali, bahkan saya tidak mengira akan mendapatkan harga semurah itu.
6 Comments
Aku mauuuu dong diajak ke Banjarnegaraaa... cantik ya keramiknya ;)
ReplyDeletePernah lewat saja daerah Klampok, lihat ada sentra keramik tapi blm sempat mampir Mbak. Jadi kepingin mampir trus beli dech buat punya-punya
ReplyDeleteaku jadi pengen punya satu set poci tehnyaaa...vintage banget ya mba, klasik!
ReplyDeletekeramiknya lucu-lucu mbaaa...pengen punya 1 set teko antik!
ReplyDeleteKeramiknya beda dg Kasongan ya. Aku blm pernah eksplor Banjarnegara meski sudah berkali-kali lewat.
ReplyDeleteKeren-keren ya kerajiannnya, semoga hasil kerajinan keramik dari Banjarnegara semakin dikenal masyarakat luas...
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung dan berkomentar. Mohon maaf semua komentar di moderasi ya